Rabu, 15 Agustus 2012

Tangisan Para Suju-holic

(me and my students-1-)

“Bagi siapa saja yang membawa laptop, gadget, mp3, mp4, flashdisk, dan apapun yang digunakan sebagai alat pemnyimpan soft file, harap dikumpulkan sekarang juga kepada wali asrama” seru beberpa pihak sekolah yang bertugas subuh itu. Subuh di pertengahan Ramadhan, tepat setelah tilawah pagi selesai.

Seluruh anak asrama mulai panik dan heran, khawatir dan gundah, gelisah dan galau, dan apapun itu perasaan bercampur aduk seperti es campur yang nikmat disantap saat berbuka nanti.

“Ada apa ya ?”
Jangan-jangan...?”
Eh, kenapa ya ?”
Sejumput bahkan segudang tanda tanya bercokol di pikiran mereka masing-masing. Penasaran yang tertumpuk bersama perasaan acak adut membuat garis-garis wajah mengerut. Beberapa ada yang masih biasa saja, dunia belum kiamat teman. Sementara itu, teman-teman lain merasa seperti tersambar kekuatan listrik beberapa volt membuat saraf-saraf mereka menegang dan bahkan terbakar.

***

Pagi itu,
Semburat awan sirius berhias di langit. Pagi ini tak seperti pagi-pagi yang lalu. Jalanan setapak masih saja tak bersih dari debu-debu. Pagi ini masih ada yang sama dengan pagi kemarin. Hujan belum membasahi tanah Sokorejo. Tempat dimana boarding school kami berdiri di tengah-tengah sawah yang menguning.  Petani-petani masih riang memetik hasil panen padi mereka. Padi yang berisi dan merunduk itu.

Pagi ini berbeda dengan pagi kemarin. Dingin sudah tak terlalu menyelimuti kami untuk menggigil dari sejak sahur hingga jam masuk sekolah. Mentari hangat sekali. Pelan menyelusuri awan dan daun-daun pohon. Pelan dan pelan membuat pori-pori kulit membuka. Ingin merasakan aroma udara dunia.

Sudah ku katakan pagi ini ada yang tak sama dengan pagi sebelumnya. Ku masuk ruangan yang tak jauh dari tempatku sebelum beranjak berdiri. Kelas-kelas yang masih sepi penghuni. Sekolah baru. Sekolah dengan angkatan pertama.

Muka-muka memelas memenuhi ruangan. Hanya satu, dua, tiga di antara mereka yang merasa ‘dunia masih baik-baik saja’. Yang lainnya seolah tengah dirundung duka mendalam. Bukan badai puting beliung yang menerpa mereka. Tapi banjir bandang di tengah kemarau. Ada apa gerangan ?

***

Pagi itu, aku menatap mereka lamat-lamat. Antara ingin bertanya dan bingung akan berbuat apa. Tapi aku sudah ada di depan mereka. Di sini aku berada bukan sebagai patung atau manusia yang cuek bebek bahkan acuh berpura-pura tak mengerti tentang apa dan mengapa sejuta duka di mata mereka.

“???” Wajahku menggambarkan tiga tanda itu.

Hu..hu...hu...games-ku kalau di hapus gimana ?” Isak salah satu anak sambil menyeka air matanya.

Ooo...razia. Itu bahasa kasarnya. Bukan itu sebenarnya. Hanya saja pihak sekolah khususnya pihak yang berwenang di asrama mengagendakan sidak mendadak (namanya juga sidak pasti mendadak tanpa berita bocoran) untuk menilik atau mengintip barang bawaan mereka yang dikantongi di tempat penyimpanan soft file yang di serahkan ke wali asrama subuh tadi.

“Kalau gambar dan lagu-lagu dihapus gimana ?” Gerutu anak yang lain menyusul menyampaikan kegalauannya.

“Udah lah, gak mungkin di hapus, mungkin dipindahkan atau diamankan supaya kalian bisa memanfaatkan file-file baik lagu, video, ataupun games lainnya yang lebih bermanfaat.“

Aku tidak menyiapkan jawaban apapun yang lebih bijak dan lebih mempengaruhi pikiran mereka. Hanya senyum yang coba ku simpulkan agar suasana berkabung lekas memudar dari kelasku. Satu jam hari ini akan terasa singkat apalagi ada latihan ulangan matematika. Harus segera ku akhiri drama hari ini.

Sudahlah, gak apa-apa...! File kalian pasti baik-baik saja. “ hiburku.
Aku membenarkan buku-buku dan kertas yang aku bawa dari sudut ruangan yang dinamakan denngan ruang ustadzah.

“...Tapi gak tahu sih kalau suju” candaku.

Seketika banjir bandang seperti menyergap mereka dari berbegai arah. Kanan, kiri, atas dan bawah. Menjadikan hati mereka remuk dan berkeping-keping. Ah mungkin aku yang berlebihan. Tapi wajah mereka membuatku yakin 100 % bahwa beberapa diantara mereka menjadi korban tragedi subuh tadi. Ultimatum yang membakar emosi mereka.

Menangis dan makin menjadi. Menggila pula aku kalau begini. Astaghfirullah, anak-anak ini kenapa ya ? Memang hanya beberapa gelintir anak yang mengeluh dan menangis hebat dengan kejadian hari ini. Tapi suara mereka seolah mendominasi seisi ruangan. Jadi seolah aku yang dikeroyok dengan keluhan mereka.

Jangaaaaaannnn...hikz..hikz....jangaaaaan dihapus...hikz...hikz..” Teriak satu anak

Hhhg...hhg....aku gak rela, Us...! Hikz...hikz” teriak satu anak yang duduk menghadap arah barat itu.

Ada apa kalian ini ?“
Urat sarafku menegang cepat. Padahal niatku tadi hanya bercanda. Tapi terlahap sudah niatan itu ketika ku dengar isak tangis yang menjadi dari beberapa anak di depanku.

Memangnya suju itu tuhan kalian ?” Tanyaku yang tak sadar ternyata nada bicaraku naik satu oktaf. Entah apa yang ada dibenak mereka. Mungkin membenciku gara-gara pertanyaanku barusan. Atau takut, kesal, sebal, sama guru yang ada dihadapan mereka. Atau mungkin mereka menyiapkan sumpah serapah yang terkulum dalam mulut mereka.

“suju kan cuma buat hiburan ? Kenapa musti dihapus” celetuk salah satu anak yang masih saja cemberut.

“ Hiburan ? Kalau Cuma hiburan kenapa juga harus nangis-nangis segitunya ?” Sanggahku tak mau kalah. Mereka kembali tertunduk. Yang lain mengiyakan tindakanku. Yang lain diam. Mungkin pilih aman.

Apapun pandangan mereka terhadapku hari itu, sungguh aku tak peduli. Karena keberanianku untuk menegur mereka adalah tugasku. Karena mereka kini juga menjadi tanggung jawabku.

Kalau masalahnya adalah butuh hiburan ? Pelarian gak harus selalu ke  salah satu grup band yang gak islami kok, banyak nasyid-nasyid keren yang liriknya jauh dan jauh bisa memotivasi kalian. Kalau belum terbiasa, atau asing dengan nasyid, it’s oke. Nanti kita memulai belajar untuk menyukai nasyid-nasyid islami.
***
Siang itu akhirnya kami bercengkrama di mushola dan membahas drama yang sudah terjadi di kelas pagi-pagi indah tadi. Ah, pupus sudah kecemasanku tentang penilaian mereka terhadapku. Kami pun ber-haha bersama mengingat raut-raut wajah kami pagi itu. Lucu.

Anak-anaku, terima kasih atas kejujuran kalian. Kalian baru saja memasuki gerbang remaja yang penuh dengan pernak-pernik yang akan banyak membelajarkan kalian. Pantas saja, kalau banyak piha yang mengkhawatirkan kalian baik orang tua atau guru kalian. Karena menurutku, kalian itu bakal mutiara yang indah dan berkilau kalau kalian mengikuti proses dan memilih pilihan-pilihan yang baik.

Termasuk ketika kalian mengikuti apapun dan siapapun yang ada di hadapan kalian. Itu boleh saja. Asal kalian tahu apa, siapa dan bagimana pilihan dan jalan yang kamu ikuti itu. Aku juga tak ingin membuat khawatir ini jadi berlebihan. Aku membebaskan kalian mau apa saja silahkan, tapi satu : pastikan apa yang kalian lakukan itu punya manfaat yang baik buat kalian. Ingat ? Manfaat yang baik. Itu saja.

Siang itu, semoga mentari dengan panasnya menguatkan kita untuk terus memperbaiki diri kita masing-masing, menjadi mutiara-mutiara terbaik. Menjadi terbaik itu tak mudah tapi juga tak susah. Asal kita mau dan ikhlas. Oke, anakku !

Always love you, my students.[]

Tidak ada komentar: