—“ Wow, ini proyek Bapak
yang luar biasa ?”
Siang itu ketika memasuki kelas Jurnalistik yang riuh oleh suara siswanya memang terasa menggugah
emosi untuk banyak berkomentar negatif. Berkomentar negatif karena siswa masih
asyik dengan kegiatannya masing-masing tanpa memperhatikan bahwa guru sudah
memasuki kelas dan siap untuk memulai pelajaran.
Bertindak untuk menarik perhatian
siswa di kelas. Itulah yang seharusnya terpikir pertama kali melihat situasi
kelas yang masih antusias dengan permainnaya sendiri. Memang waktu itu saya
berpikir jika saya menyuruh mereka merapikan segera alat mainnya, mereka akan
tetap mengabaikkan perintah saya. Karena memang pada kenyataannya permainan itu
lebih menarik dari pada kehadiran gurunya di kelas. Jika saja saya menjadi anak
seumuran mereka, sudah sangat jelas saya akan tetap duduk menekuni proyek yang
sedang dibuat bersama teman-teman.
Permainan anak-anak kok disebut proyek yang besar ?
Ada dua rasa membuncah yang saling ironis
ketika saya melihat hasil proyek mereka. Beberapa plastisin yang digabung
menjadi satu dengan warna yang kurang menarik kemudian setiap anak membentuknya
menjadi benda-benda kecil serta di tata pada papan tulis kecil milik kelas.
Pertama, sedikit jengkel karena mereka tak peduli bahwa jam pelajaran sudah
akan dimulai. Seolah mereka meremehkan saya ketika masuk kelas. Kedua, saya
tidak tega merusak acara mereka karena proyek yang mereka buat sangat kreatif.
Luar biasa. Plastisin yang berubah menjadi orang-orangan, perosotan, berbagai
bentuk hewan, pohon, bahkan ada pesawat terbang.
Sedikit mengambil nafas, saya
melupakan sejenak lesson plan yang sudah saya siapkan untuk mereka (kebanyakan
orang mungkin akan menilai mereka : bandel). Lalu,
“Baik, pemirsa. Dari lokasi saya
melaporkan : di kelas 4 C ramai oleh beberapa orang yang sedang menyelesaikan
sebuah proyek. Proyek apakah itu ? mari kita saksikan !” Ide yang sangat
nyambung dengan background mata pelajaran saya yaitu jurnalistik.
Ada sinar berbinar dari mata satu-dua anak
yang tergabung dalam segerombolan anak di kelas.
“Maaf, dengan Pak Anjay ?
Bolehkan saya meliput kegiatan Bapak disini ?” seketika ada senyum dari bibir
mereka. Dengan antusias dan gaya
ke-bapak-an mereka serentak menjawab, “Oo…boleh-boleh silakan !”
“Kalau boleh tahu, proyek apa
yang sedang Anda buat bersama tim Bapak ?”
“Oo..emmm ini adalah….sebuah
wahana bermain.” Jawab Anjay. Disusul dengan jawaban anak lainnya : Yahya, Hendra
dan lain-lain. Mereka menyebutkan tempat-tempat yang mereka bangun serta
mengutarakan biaya yang sudah mereka habiskan untuk membuat proyek tersebut.
“Wow, ini memang proyek Bapak
yang sangat luar biasa. Good job !” puji saya.
Saya biarkan mereka duduk di
bawah dengan tetap menekuni plastisin-plastisin yang berserakan. Tetapi sedikit
demi sedikit mereka memperhatikan saya yang ada di depan kelas dan bersiap
menyampaikan materi tentang deskripsi.
Banyak contoh yang ingin saya
berikan kepada mereka. Tetapi pada akhirnya saya hanya memberikan satu contoh
deskrpsi yaitu deskripi tentang wahana bermain yang sedang mereka buat. Saya
meminta mereka untuk mulai membuat sebuah deskripsi dengan tema ‘tempat yang
indah’. Saya pikir, mereka akan membuat deskripsi tentang wahana bermain yang
mereka buat, karena saya mengira yang sedang ada di otak mereka hanyalah
plastisin yang berubah menjadi wahana bermain.
Mereka pun mengumpulkan tugas.
Memang beberapa anak menuliskan tentang wahana bermain yang mereka buat dengan
plastisin. Ada satu anak yang
ternyata menuliskan surga sebagai tempat yang paling indah. Wow, luar biasa. Bahkan saya sendiri tak
memikirkan tempat itu akan muncul menjadi judul deskripsi ‘tempat yang indah’.
Entah kebetulan ataupun memang
sebuah bentuk sinergisitas ? Adanya bentuk penghargaan ketika mereka bermain,
membuat mereka merasa diperhatikan dengan cara yang berbeda. Mau bagaimana pun
juga, hasil karya plastisin mereka merupakan hasil polesan beberapa kecerdasan.
memang bukan kecerdasan yang bisa disetarakan dengan nilai 100 pada matematika,
100 pada IPA. Banyak kecerdasan yang perlu kita perhatikan, kecerdasan mereka
mendesain, membentuk patung dari plastisin tercover dalam kecerdasan visual.
Selain itu kebersamaan mereka membuat proyek ternyata melatih kemampuan mereka
untuk bersosialisasi, memimpin, dan bekerja sama (kecerdasan interpersonal).
Pada umumnya mereka mendapat
ancaman ketika bermain tak kenal waktu. Bersikap tegas ataupun memberi nasehat
akan jauh lebih baik daripada mengancam. Tetapi ternyata banyak cara untuk
mengalihkan perhatian mereka agar kembali memperhatikan pelajaran. Tinggal kita
memilih cara apa yang akan kita gunakan. Cara yang mematikan, atau bahkan
menumbuhkan banyak ide dan kreativitas lebih beragam. Karena mereka begitu
berharga. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar